Nasi Suci Ulam Sari: Kuliner Maulid Nabi Pacitan

Syj.sch.id – Masyarakat Pacitan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan menyajikan Nasi Suci Ulam Sari, hidangan kuliner tradisional yang kaya makna. Warga berkumpul untuk makan bersama, mempererat silaturahmi. Sebagai contoh, hidangan ini melambangkan doa agar terhindar dari bahaya dan mendapat berkah dari Allah SWT.

Makna Tradisi Maulid Nabi dengan Ayam Ingkung

Warga membentuk nasi uduk putih dan wangi seperti tumpeng, melambangkan kelahiran kembali seorang bayi. Mereka meletakkan ayam ingkung, direbus utuh, di atas Nasi Suci Ulam Sari sebagai simbol perlindungan. Dalam tradisi Jawa, ayam ini berarti “mengayomi.” Oleh karena itu, hidangan ini hanya muncul pada acara khusus seperti Maulid Nabi.

Prosesi Kuliner Tradisional di Pacitan

Setiap kepala keluarga menyiapkan satu paket Nasi Suci Ulam Sari untuk dibawa ke rumah tokoh masyarakat atau masjid. Tokoh masyarakat memimpin doa sebelum warga menikmati hidangan bersama. Tradisi ini, yang diwariskan turun-temurun, memperkuat identitas budaya Pacitan.

Sejarah Ayam Ingkung dalam Tradisi Maulid Nabi

Ayam ingkung memiliki akar dalam sejarah pra-Islam di Jawa, sebagaimana tercatat dalam catatan budaya kuno. Nasi uduk yang harum menambah makna suci pada tradisi ini. Dengan demikian, hidangan ini tidak hanya lezat, tetapi juga sarat nilai spiritual.

Cara Menikmati Hidangan Pacitan

Untuk merasakan pengalaman autentik, kunjungi Pacitan saat perayaan Maulid Nabi. Selain itu, ikuti prosesi makan bersama untuk memahami makna budayanya. Pastikan menghormati tradisi dengan mengikuti doa sebelum menyantap hidangan.

Mengapa Nasi Suci Ulam Sari Istimewa?

Hidangan ini menghadirkan perpaduan rasa dan makna budaya yang mendalam. Tradisi ini mempererat hubungan antarwarga dan melestarikan warisan Jawa. Misalnya, acara makan bersama mencerminkan solidaritas dan syukur masyarakat Pacitan.